Dia
yang membuatnya begini. Ya, hanya dia yang mampu membuatnya sungguh
tergila-gila padanya. Dia yang selalu memberikan senyuman indahnya di tiap
sudut lapangan futsal sekolah tersebut. Setiap permainannya, saat dia mencetak
gol-gol cantik, ia selalu mengangkat kedua tangannya dengan jari tangannya yang
seperti menggenggam batu. Dengan senyumannya yang paling manis ia berlari keliling
lapangan futsal tersebut. Matanya bersinar cerah. Wajahnya anggun walaupun
disertai bintik-bintik air yang menetes di keningnya. Namun hal
tersebut yang justru membuatnya terkagum-kagum pada dia. Ya! Dia seorang pemain
futsal di sekolahnya. Terkenal sangat cuek dan sikapnya yang sangat dingin
terhadap wanita. Mungkin hanya 10% peluangnya untuk bisa dekat dengan DIA.
*****
Gadis ini masih
saja memikirkannya. Ya! Pemain futsal itu. Hanya dia yang selalu terpikirkan
olehnya. Tapi sepertinya, tidak sebaliknya. Pemain futsal yang akrab di sapa ”Vidi”
itu sangat cuek. Sikapnya yang begitu dingin terhadap wanita. Hmm. Bisa
terjawab semuanya. Vidi sangat cuek, dan itu artinya, ia tidak tahu menahu dan
tidak ingin tahu apa yang sedang dirasakan oleh Putri saat ini. Ya! Gadis itu
adalah PUTRI.
*****
Putri masih saja memandangi layar
ponselnya. Berharap seseorang mengirimkan pesan untuknya malam itu. Lebih
tepatnya, Vidi! Ya, Putri hanya bisa berangan-angan kalau Vidi akan mengirimkan
pesan singkat untuknya. Tetapi, sekali lagi, itu hanyalah angan-angannya. Ia
tak akan pernah bisa mendapati hal tersebut. Suatu hal yang memang benar sangat
ia harapkan. Tetapi ia tahu, tak mungkin hal itu terjadi.
”1 new
message”
Tulisan berbahasa asing tersebut
tiba-tiba terpampang di layar ponsel hitam metalik milik Putri. Pertanda sebuah
pesan singkat yang akrab di sapa SMS masuk ke ponsel Putri. Wajahnya yang
sedari tadi hanya lesu, pucat, serta penuh harap seketika itu menjadi gemilang.
Senyumnya begitu ikhlas. Segera di raihnya ponsel hitam metalik tersebut.
Dengan semangat yang berapi-api, ia menekan beberapa tombol keypad ponselnya. Namun, raut muka
gemilang yang baru saja hadir dalam diri Putri menjadi lenyap. Layaknya semut
yang di terpa angin topan. Ia mengerutkan alisnya. Wajahnya kembali murung.
”Ah seharusnya aku tak perlu
histeris melihat pesan ini. Dan harusnya aku tadi tak berharap bahwa pengirim
pesan ini adalah Vidi. Karena jelas itu tidak mungkin!”
Putri memutar bola matanya,
menandakan rasa kekecewaannya. Dilemparnya ponsel tersebut ke ranjang tempat ia
tidur tiap harinya. Tatapannya kosong. Pandangannya lurus ke depan. Tepat pada
langit di luar jendela kamarnya. Tak terasa, sebutir air menetes malu di
pipinya. Ia tersadar, dan segera menghapusnya. Pikirannya masih saja belum
tenang. Segera ia beranjak dari tempatnya, kemudian mulai menutup satu persatu
jendela kamarnya yang masih terbuka. Dengan malas, ia membantingkan tubuhnya di
ranjangnya, dan mulai memejamkan matanya. Entahlah, apakah ia benar-benar sudah
terlelap malam itu.
*****
”Kenapa Put? Seneng banget kayaknya?”
tanya Rissa yang tengah heran menyaksikan tingkah sahabatnya.
”Tuh lihat di lapangan. Ada Vidi
lagi main bola!” jawab Putri kegirangan.
”Mana sih? Oh itu. Yang lengan
bajunya satu warna putih, satu warna hitam ya? Aneh tuh anak. Masa’ pakai baju
gak bener gitu.” ucap Rissa.
”Yang warna hitam itu kaos
dalaman-nya Vidi. Yang putih itu seragam Ris. Biasalah anak futsal emang
sukanya lengan seragam yang sebelah kiri di naikkan sampai ke bahu. Jadi
kelihatan kaosnya deh.” jelas Putri sambil tersenyum speechless ke arah Vidi.
”Anak aneh bin cuek bin nyebelin bin
ngeselin kayak gitu kok bisa sih kamu naksir? Apa spesialnya dari dia coba?”
tanya Rissa melengos.
”Senyumannya itu loh bikin aku
speechless banget! Apalagi kalau dia lagi main bola, gak bisa beralih pandangan
deh jadinya. Pengennya lihat senyum manisnya dia terus.” terang Putri
menekankan kata-katanya.
”Tapi tetap saja, dia itu CUEK!”
lanjut Rissa kemudian mengalihkan pandangannya ke arah ruang kelas IX-A.
”Sengaja ya? Alih pandangan ke kelas
IX-A? Biar bisa ngelihatin si Rozi. Hahahaha. Selera kita itu beda
Ris. Aku naksirnya sama Vidi, bukan Rozi.” jawab Putri dengan nada mengejek.
”Ah kamu. Tetap saja, Vidi itu cuek!
Gak kayak Rozi, baik hati, ramah, dan tidak sombong. Oh iya satu lagi, Rozi
itu anaknya gak cuek!!” ujar Rissa balas mengejek Putri.
*****
Memang sangat sulit dekat dengan
anak yang bisa di bilang sangat cuek. Jangankan dekat, menjadi temannya saja
mungkin peluangnya hanya 10%. Ya! Itulah Vidi. Sikapnya yang sangat cuek
membuat Putri resah. Rasanya, hanya sebatas impian bagi Putri agar bisa menjadi
temannya. Dari awal Putri bertemu dengan Vidi, hanya rasa terkagum-kagum yang
bisa menjelaskan perasaannya pada Vidi. Putri tak tahu dari bagian manakah ia
melihat sosok seorang Vidi. Sampai-sampai ia benar-benar tergila-gila pada Vidi.
Mungkin karena senyum mautnya yang selalu membuat Putri speechless jika menatap Vidi. Namun sekali lagi, Vidi adalah anak
yang sangat cuek. Sikapnya sangat dingin terhadap wanita. Mungkin hanya sebatas
harapan Putri bisa menjadi temannya.
Putri, gadis yang masih berusia 13
tahun ini tetapi ia bisa berpikir dewasa. Jika di bandingkan dengan teman-teman
sekelasnya, Putri adalah anak yang usianya paling muda. Namun, Putri mampu
menunjukkan pada teman-temannya, bahwa ia bukan anak kecil. Walaupun usianya yang
bisa di bilang cukup muda untuk anak yang duduk di bangku kelas IX SMP. Ia
mampu membuat teman-temannya tersenyum. Ia mampu memberi solusi dalam berbagai
permasalahan yang dialami oleh sahabat-sahabatnya. Namun satu hal yang ia tidak
mampu, menahlukkan hati Vidi. Merubah sikapnya yang dingin serta cuek terhadap
wanita. Jika Putri mampu melakukannya, semua orang akan berkata ”HEBAT”
padanya.
*****
”Kamu jangan diam saja dong. Temui
dia ke kelasnya! Bilang ke dia kalau kamu pengen kenalan sama dia, dan pengen
jadi temannya! Gitu dong Put!” jelas Zevana, yang juga salah satu dari sekian
banyak sahabat Putri.
”Kalau kayak gitu, dikira aku yang
agresif dong? Enggak ah, aku malu Ze.” jawab Putri murung.
”Tahun 2011 gak jaman lagi yang
namanya cowok nembak cewek. Ya kamu gak perlu nembak dia, cuma bilang aja ke
dia kalau kamu pengen jadi temannya. Cewek juga boleh dong bilang duluan ke
cowok tanpa harus si cowok duluan yang bilang? Kalau kamu nunggu Vidi yang
bilang duluan, tunggu aja deh sampai Amerika pindah di samping Surabaya.
Kelamaan nunggu Vidi bilang duluan Put. Kalau bukan kamu yang mulai, jangan
harap kamu bisa berteman sama Vidi.” jelas Zevana yang begitu ikut merasakan
apa yang tengah dirasakan oleh sahabatnya itu.
”Iya aku tau Ze. Tapi kenapa setiap
aku ketemu Vidi, semua yang ada di pikiranku blank! Dan aku gak tau mesti
ngapain, rasanya pengen ngundurin niatku Ze.” respon Putri sangat resah.
”Sahabat, aku sayang kamu. Jangan
sedih gitu dong. Vidi itu anaknya cuek banget. Susah buat bisa dekat sama dia.
Apalagi kalian gak saling kenal. Kalau bukan kamu yang nyerang, kamu cuma bisa
jadi secret admirer-nya Vidi SELAMANYA.” ujar Zevana sambil menggerak-gerakkan
tangannya seakan ikut berekspresi.
”Tau ah! Cuek banget tuh anak!
Pasrah aku Ze.” ucap Putri memelas.
”Jalanin saranku, atau kamu cuma
bisa sebatas secret admirer-nya Put.” kalimat terakhir yang sempat di dengar
Putri, sebelum akhirnya Zevana beranjak dari tempatnya.
*****
Jantungnya berdegup dengan kencang.
Telapak tangannya sedingin es. Disentuhnya pipinya dengan kedua telapak
tangannya. Terasa sangat dingin sekali, membuatnya terus menggosok-gosokkan
kedua telapak tangannya. Diambilnya nafas dalam-dalam, kemudian ia buang secara
perlahan. Detaknya semakin terasa. Semakin kuat. Ya! Tentu saja, ia merasakan
hal tersebut. Dihadapannya, sedang berdiri seorang anak laki-laki dengan
seragam batik berwarna hijau dan tas ransel hitamnya yang tergantung di
punggungnya. Sambil berdiri, anak laki-laki itu terus menekan-nekan keypad ponselnya. Sambil sesekali menendang
bola yang datang menghampirinya.
”Buruan Put!! Mumpung dia lagi di
lapangan! Temui dia sekarang!” perintah Anggra sambil mendorong
pelan bahu Putri.
”Aku gak ada nyali Nggra. Aku takut
dicuekin. Anak itu terlalu cuek.” jelas Putri yang masih saja nervous dengan dirinya sendiri.
”Hei Put! Katanya mau jadi temannya
Vidi, temui dia sekarang! Atau aku sama Anggra yang bakal bilang ke Vidi?”
tawar seorang temannya yang berdiri di samping Anggra.
”Jangan Ze! Itu bisa bikin
dia malu, dan kalian nanti pasti bakal dicuekin. Kalau kalian kesana, belum
tentu kalian di respon sama Vidi.” jelas Putri lesu.
”Kita coba aja dulu. Siapa tau di
respon? Ayolah Put, gak ada salahnya kan kamu temui dia sekarang? Katanya mau
kenal sama dia?” ucap Zevana.
”Tapi...”
”Put, kalau kamu takut nyamperin
dia, sekarang juga kamu SMS dia. Mumpung dia lagi pegang HP tuh!” saran Anggra pada Putri.
”Tapi, apa
mungkin di bales?” tanya Putri gugup.
”Siapa tau di
bales? Kan dia lagi pegang HP sekarang.” jawab Anggra.
”Aku mau SMS apa? SMSnya kayak
gimana?” kembali Putri bertanya pada kedua sahabatnya.
”Bilang ke dia, ”Maaf kalau ganggu,
ini nomor Vidi IX-F kan? Ini Putri anak IX-B.” coba aja SMS dia kayak gitu.”
perintah Zevana.
Putri segera
mengambil ponselnya dari dalam sakunya. Ia mengetikkan sebuah pesan
singkat seperti apa yang telah dikatakan oleh sahabatnya. Dengan perasaan
setengah ragu, ia menekan tombol ”Send”
pada layar ponselnya.
Sementara
itu, di seberang sana, anak laki-laki itu sedang bersiap-siap akan datangnya
bola di kakinya. Namun, langkahnya tiba-tiba terhenti. Ia menepi ke pinggir
lapangan, kemudian terlihat memasukkan tangannya ke dalam saku celananya.
Beberapa detik setelah itu, terlihat ia sedang menekan-nekan keypad ponselnya. Ia hanya terdiam
sejenak. Tak disangka, ia melirikkan matanya ke seberang lapangan. Tepat pada
ruang kelas IX-B. Hanya lirikan saja, tak ada respon. Masih sama dengan
wajahnya yang cuek tak peduli. Setelahnya, ia kembali memasukkan ponselnya pada
saku celananya. Kamudian bergegas menyusul teman-temannya yang sedang
berebut bola di tengah lapangan.
”Tuh kan! Vidi itu cuek! SMSku aja cuma
dilirik doang, ngerespon aja gak sama sekali! Maunya apa sih tuh anak?” ucap
Putri yang mulai terlihat jengkel.
”Emang bener-bener cuek ya tuh anak!
Kita samperin sekarang Nggra!” ajak Zevana kepada Anggra yang berdiri di ambang
pintu kelas.
”Eh jangan! Kalian mau temui dia?
Aduh jangan dong, ntar kalian dicuekin.” Putri memohon setengah melas kepada
kedua sahabatnya.
Untuk kesekian kalinya Anggra dan
Zevana menuruti Putri untuk tidak menemui Vidi. Namun kali ini, mereka sudah
sangat tidak sabar terhadap sikap Vidi yang sangat cuek dan tidak pernah
menghargai usaha Putri. Anggra dan Zevana berjalan dengan langkah jengkel
menemui Vidi. Mereka tak menghiraukan Putri yang tengah berusaha menghentikan
niatnya. Namun mereka sudah terlanjur sampai di lapangan. Dari seberang sana,
Putri hanya bisa melihat kedua sahabatnya menemui Vidi. Dengan perasaan yang
tak tenang, Putri mengalihkan pandangannya ke arah Rissa yang sedang
mengoperasikan laptopnya.
Sementara itu, Zevana yang sudah tak
sabaran ingin menggampar Vidi, segera memanggil nama Vidi di tengah langkahnya.
”VIDI!!”
Tak ada respon. Vidi masih asik
bermain bola dengan teman-temannya. Anggra mencoba mempercepat langkahnya
dengan berlari kecil ke arah Vidi. Kembali, salah satu dari mereka memanggil
nama Vidi. Satu kali, dua kali, tiga kali. Ya! Tak ada respon. Namun yang ke
empat kalinya mereka memanggil nama Vidi, sepertinya ada perubahan dari
sebelumnya. Tetap seperti di awal, dengan tampang cueknya, Vidi hanya melirik
kecil ke arah Zevana dan Anggra.
”Eh Vid!! Sini dong!! Punya telinga
gak sih? Dipanggil dari tadi gak ada respon! Sombong banget sih!”
Sepertinya Vidi mendengar kata-kata
Zevana. Ia menoleh ke arah Zevana. Dengan tatapan yang masih sama, mata
cueknya. Hanya menolehkan kepalanya saja. Setelah itu, ia meninggalkan lapangan
bersama teman-temannya.
*****
Putri masih mengingat kejadian tadi
pagi di sekolahnya. Jujur saja, ia merasa amat sangat jengkel dan kecewa pada
Vidi. Ternyata orang yang ia kagumi begitu membuatnya sakit hati. Ia tak
menyangka seorang Vidi benar-benar cuek dan tidak peduli. Pantas saja, Vidi
jarang bergaul dengan teman wanitanya. Ia hanya dekat dengan anak laki-laki.
Itu karena sikapnya yang cuek dan sangat dingin terhadap cewek. Termasuk Putri.
Putri melangkah lesu melewati
koridor ruangan kelas di LBB tersebut. Matanya berkedip sayu. Gerakan tubuhnya
sangat malas. Ia menaiki satu persatu anak tangga yang sudah menantinya
di depan mata. Mungkin butuh waktu satu jam baginya untuk meraih satu anak
tangga. Ia pun tak menghiraukan beberapa murid LBB tersebut yang sudah
mengantre di belakangnya untuk segera naik ke lantai atas. Putri melirik kicil
pada arloji yang melekat di lengannya. ’5 menit lagi’ batinnya sambil bergegas
menuju ruang kelasnya. Ia tak yakin apakah ia siap untuk menerima pelajaraan
saat itu. Pikirannya kacau. Hatinya galau. Dan yang paling
berperan dalam apa yang sedang ia alami saat ini adalah VIDI. Hanya itu yang
Putri pikirkan. Walaupun sebenarnya ia tak ingin memikirkannya.
”Pinjam HP dong?” pinta Desi, yang
duduk bersebelahan dengan Putri.
Dengan pikirannya yang masih kacau,
Putri merogoh isi tasnya dan meraih ponselnya. Dengan malas, ia meletakkan
ponselnya di atas meja kursi tempat Desi duduk.
”Ini, makasih ya!” ucap Desi sambil
menyerahkan ponsel Putri kembali.
Putri hanya membiarkan ponsel
miliknya di atas meja kursi tempat ia duduk. Ia melamun. Tetapi, sesaat
kemudian lamunannya terbuyar. Ada yang bergetar. Dan dia merasakannya.
”Dzzzt...dzzzt...dzzzt.” Putri mengarahkan matanya tepat pada ponsel hitam
metalik yang sedari tadi terdiam di atas mejanya. Ia meraihnya malas, kemudian
matanya benar-benar terbuka lebar sesaat setelah itu.
”Hah?? Message delivered to Vidi??
Apa maksudnya ini? Siapa yang barusan ngirim SMS ke dia?”
Putri
tercengang akan tulisan yang ada di layar ponselnya. Segera ia membuka menu message, dan melihat sent message list-nya. Ia benar-benar
terkejut akan apa yang telah ia saksikan.
”VIDI I
LOVE YOU? Apa maksudnya ini? Siapa yang kirim pesan kayak gini ke Vidi? Mampus
gue!! Vidi kan tau kalau ini nomor gue, dan tadi berita terkirimnya sudah
tersampaikan ke Vidi? GILA!!”
Putri
masih dengan pikirannya yang sangat kacau. Masalahnya dengan Vidi belum
selesai, namun kini satu masalah bertambah lagi. Ada seseorang yang mengetikkan
pesan tersebut untuk Vidi. Dan orang itu adalah...
”DESI!!
Kamu ngirim SMS apa ke Vidi?” gertak Putri kepada Desi yang sedang asik dengan
ponselnya.
”VIDI I
LOVE YOU. Kenapa sih emangnya?” jawab Desi dengan enteng.
”GILA
KAMU!! Vidi itu udah tau kalau itu nomor aku! Dan sekarang tiba-tiba kamu kirim
SMS kayak gitu ke Vidi? Kamu gak pikir akibatnya ya!” jawab Putri marah.
”Emang
kenapa? Kelamaan kamu mendam rasa ke Vidi. Ungkapin aja lah.” terang Desi.
”Iya
tapi gak gitu caranya!! Sekarang malah Vidi anggap aku itu gak tau malu.
Tiba-tiba kirim SMS kayak gitu. Kenal aja enggak! Vidi anggap aku itu agresif.
Kamu gak mikir ya? GILA!” bentak Putri.
”Ya
udah terlanjur juga.” lanjut Desi.
”Terus
sekarang gimana kalau aku ketemu sama Vidi? Dia pasti beranggapan aku ini cewek
yang gak tau malu!” jawab Putri resah.
Namun
semuanya sudah terlanjur. Pesan itu sudah tersampaikan ke Vidi. Dan yang pasti,
Vidi telah membacanya. Putri belum siap dengan apa balasan Vidi nanti. Ada dua
kemungkinan. Yang pertama, apakah Vidi akan menghinanya? Dan yang kedua, atau malah membalasnya
dengan ”LOVE YOU TOO.” Tapi pilihan kedua itu sangat tidak mungkin. Yang sangat
mungkin terjadi hanyalah pilihan pertama. Namun Putri semakin resah, setelah
beberapa jam ia menunggu, belum ada respon dari Vidi.
“Tuh
kan!! Tuh anak cuek banget sih! Respon aja enggak!! Harusnya kalau dia itu
intens, pasti dia bales message-ku walaupun isinya menghinaku. Aku siap kok!
Tapi kenapa gak ada respon? Ahh! Pengen bunuh tuh anak!!”
Malam
yang sangat membuat hati Putri galau. Ia belum siap akan hari esok. Ia belum
siap jika harus bertemu Vidi. Ia juga belum siap memaafkan Desi. Tak seharusnya
Desi berbuat seperti itu. Karena ia sama sekali tak mengerti apa yang tengah
Putri rasakan. Tapi, ya sudah terlanjur. Semuanya sudah terjadi. Tak ada
yang perlu di sesali, karena tak ada gunanya pula. Bagaimana pun juga, Desi
adalah sahabat Putri. Walaupun apa yang telah Desi perbuat sangat membuat hati
Putri kacau, namun ia menghargai sahabatnya. Mungkin maksud Desi baik, hanya
caranya yang salah.
”Ahh!
Kacau!! Galau!! Gak Desi, gak Vidi, sama aja!! Dan yang paling
kebangetan itu Vidi!! Cueknya minta digampar!!”
Putri
benar-benar emosi malam itu. Perasaannya campur aduk. Rasanya, ia ingin
melupakan Vidi dan membalasnya. Putri ingin bersikap dingin dan cuek. Tak
peduli terhadap Vidi. Putri benar-benar ingin melupakannya.
”NO
VIDI!! Kamu terlalu cuek BOY!! Gak pernah hargai aku!! Mulai sekarang, aku akan
jadi anak yang CUEK!! Aku akan balas dendam ke kamu, supaya kamu tau, gimana
rasanya DICUEKIN!!”
*****
”Haa? Desi kirim SMS kayak gitu ke
Vidi? Terus respon si Vidi gimana?”
“Gak di respon.” jawab Putri cuek.
“What?
Gila tuh anak!! Cuek banget sih!! Harusnya dia itu ngerespon kek, walaupun
sebenarnya kamu gak ada niatan buat bilang kayak gitu ke dia. Ya tapi
setidaknya ngerespon lah!” ujar Rissa yang ikut emosi.
“Vidi terlalu cuek!” lanjut Putri.
“Iya Put, sabar ya sayang, Vidi itu
cuek!! Kamu gak pernah di hargai!! Dia itu seperti kasih harapan
kosong ke kamu!! Uhh! Ntar aku sama Rissa temui dia ke kelasnya!!” terang Zevana
sambil memukul-mukul tangannya di atas bangku.
”Gak usah Ze. Biarin.” jawab Putri
kembali cuek.
”Kok kamu cuek gitu sih Put? Katanya
pengen kenal?” tanya Rissa heran.
”Itu dulu Ris.” jawabnya dengan
tatapan kosong.
”Nah sekarang?” tanya Zevana
melongo.
”Gak.” singkat Putri menjawabnya.
”Loh kenapa?”
”Aku terlanjur kecewa dan sakit hati
karena dia!! Dia gak pernah hargai aku!! Aku mau cuekin dia ganti!! Biar dia
tau gimana rasanya dicuekin!! Aku gak mau tau lagi tentang dia!! Aku gak peduli
sama dia lagi!! Aku mau jadi anak cuek!!” jelas Putri benar-benar kecewa.
”Hah? Kalau kamu cuek, dan Vidi juga
cuek kayak gitu, gimana kalian bisa kenal? Keduanya saling cuek gitu.” terang
Zevana sambil mengelus pundak sahabatnya itu.
”Biarin. Aku gak peduli lagi sama
Vidi!!” bentak Putri.
”Kamu yakin?”
tanya Rissa meyakinkan.
”Iya Ris!!”
Sesaat
setelah percakapan Putri dengan Rissa dan Zevana, seseorang yang baru saja
menjadi topik pembicaraan mereka berjalan dengan segerombolan para pemain
futsal lainnya. Putri yang mencoba tetap ingin cuek dan tidak peduli,
benar-benar merasakan sakitnya. Vidi melewatinya dengan sangat cuek. Tanpa
sedikit pun membalas tatapan Putri. Putri tak bisa membohongi perasaannya
sendiri. Ia masih sangat berharap pada Vidi. Putri tak bisa jika harus menjadi
anak yang cuek. Tatapan matanya, tak bisa berbohong, jelas mengungkapkan
semuanya. Walaupun Vidi dan gerombolannya sudah semakin jauh, Putri masih saja
menatap Vidi dari jauh. Matanya mengikuti langkah Vidi. Hingga akhirnya Vidi
tak terlihat lagi. Namun bola mata Putri masih saja mencari-cari.
”Katanya
mau cuek?” tanya Zevana.
”Aku
gak bisa bohongin perasaanku sendiri. Aku gak munafik, JUJUR aku masih BERHARAP
Ze.” ucap Putri kemudian sebutir air menetes dari matanya.
”Perjuangkan
cintamu. Kamu gak boleh nyerah Put!” tambah Rissa.
”Tapi
gimana caranya? Anak itu terlalu cuek!! Aku yakin dia tau siapa itu Putri. Dia
tau kalau aku adalah Putri. Dia tau semuanya. Tapi, sampe segitunya ya dia jadi
anak cuek.” jawab Putri lesu.
”Besok,
ikut aku ke kelasnya! Kita temui dia! Lama-lama bikin emosi aja tuh anak!!” terang
Zevana yang masih emosi.
”Di
satu sisi, aku pengen bales cuek ke anak itu. Biar dia tau
gimana rasanya dicuekin. Aku gak mau peduli lagi sama dia. Dia udah terlanjur
bikin aku kecewa dan sakit hati. Tapi di lain sisi, aku masih berharap sama dia.” jelas
Putri semakin memelas.
”Pokoknya
besok kamu ikut kita ke kelasnya!! Gak bisa dibiarin tuh anak!! Gua
gampar lu!!” terang Rissa yang sudah tak sabaran.
”Oke
Ris!! Kita bunuh aja sekalian tuh anak!! Terus mayatnya kita
ceburin aja ke sungai depan, biarin dia hanyut dimakan buaya!!” tambah Zevana
mendramatisir.
”Kalian
apa-apaan sih?” tanya Putri.
”Hahahaha.
Udah lah Put, tenang aja.” jawab Rissa tersenyum jail.
*****
Pagi yang kelabu. Tertutup mendung. Dan
bukan hanya mendung, tetapi juga kabut. Jalanan sama sekali tak terlihat.
Memaksa para pengendara jalan raya harus menyalakan lampunya. Walaupun waktu
masih menunjukkan pukul 6 pagi.
”BRAKK!!”
Terdengar bunyi
denturan yang sangat keras. Apakah itu? Bom? Oh tidak mungkin! Yang jelas dan
yang pasti itu adalah suara benda menabrak sesuatu. Dan umumnya, jika cuaca
sedang tertutup kabut tebal seperti ini, suara tersebut adalah suara
kecelakaan.
”Ahh!! Sakit woy!! Kalau nyetir
hati-hati ya mas!! Gak lihat apa, kalau ada orang mau nyebrang gini?” jelas
gadis tersebut sambil marah-marah.
”Salah sendiri
gak toleh kiri kanan dulu!!” balas si pengendara motor.
”Eh mau kemana
kamu? Loh? Kamu??”
Putri tak melanjutkan kata-katanya
setelah ia berhasil menangkap siapa orang yang baru saja menabraknya hingga ia
jatuh tersungkur.
”Vidi kan??”
teriak Putri histeris.
”Apa sih? Udah
ah telat nih!!”
Putri tak sempat membalas ucapan
Vidi. Motor Revo yang baru saja menabraknya dan baru sedetik yang lalu ada di
hadapannya, kini telah lenyap bersama sang pemiliknya. Yang pasti, bukan lenyap
seperti magic, melainkan tancap gas
tanpa mempedulikan Putri yang masih merintih kesakitan. Tanpa adanya rasa
bersalah, atau paling tidak mengucap kata ”maaf” Vidi beserta motornya segera
tancap gas. Hmm. Bisa dibilang tabrak lari. Oh tidak tidak! Bukan tabrak lari.
Karena Vidi sempat berhenti dan bercakap-cakap sejenak dengan Putri. Lalu lebih
tepatnya, tidak bertanggung jawab.
”Kebangetan kamu Vid!! Aku kecewa
sama kamu!! Aku bener-bener gak mau kenal sama kamu lagi!!”
*****
”Kok kamu telat
sih Put? Gak kena hukum?” tanya Zevana, teman sebangku Putri.
”Ssshh... aku habis kecelakaan. Jadi
ya aku gak dihukum, malahan tadi ke UKS bentar. Aduh...” jawab Putri sambil
merintih pelan.
”Kecelakaan? Kok bisa sih? Siapa
yang nabrak kamu? Dimana?” tanya Zevana setengah panik.
”Di depan Althea. Pas aku mau
nyebrang. Eh ada motor Revo main samber aja!!” jelas Putri yang masih jengkel
atas perbuatan Vidi yang tak bertanggung jawab tadi.
”Terus? Yang nabrak kamu lari?
Tabrak lari gitu? Terus kamu kesini naik apa?” tanya Zevana yang masih kaget.
”Tabrak lari sih enggak. Dia sempet
berhenti bentar. Bentar banget, tanpa ada rasa bersalah dan tanpa ada kata
”maaf” ke aku, eh langsung ngibrit lagi. Sialan!!” terang Putri.
”Emang siapa yang nabrak kamu? Anak
SMP?” tanya Zevana beruntun.
”Iya Ze. Anak
SMP sini kok, satu sekolah sama kita!!” jawab Putri berteka-teki.
”Hah? Siapa sih?” tanya Zevana yang
semakin penasaran.
”Manusia paling CUEK sedunia!!
VIDI!!”
”Apaaaaa? Vidi? Dia yang nabrak
kamu? Dan tanpa bertanggung jawab, dia main ninggalin kamu gitu? Kurang ajar
tuh bocah!!” jawab Zevana emosi.
”Uhh!! Pengen gua bunuh tuh anak!! Cueknya
itu loh, minta digampar!!!” balas Putri yang juga ikut emosi.
”Gak usah pake minta Put, ntar gua
gampar beneran tuh bocah!!”
*****
Niatan Zevana untuk menemui Vidi ke
kelasnya kali ini benar-benar terjadi. Zevana tak main-main. Ia tidak bisa
menerima sahabatnya diperlakukan seperti itu. Vidi yang selalu cuek dan selalu
membuat Putri sakit hati serta kecewa. Vidi juga tak pernah menghargai usaha
Putri. Ya paling tidak menganggap Putri ada. Tapi Vidi tak pernah menganggap
Putri ada. Terlebih lagi, setelah kronologi kecelakaan yang dialami oleh Putri
tadi pagi. Membuat Zevana benar-benar ingin menggampar sosok seorang Vidi.
”EH LO GAK
USAH PURA-PURA GAK DENGER ATAU APA DEH!! SINI LO!! TAU GAK LO ITU NYAKITIN
SAHABAT GUE!!”
Zevana yang baru saja melihat Vidi
berdiri di ambang pintu kelasnya, tanpa mempedulikan lingkungan sekitar, Zevana
melontarkan kata-kata itu. Tak peduli walaupun banyak pasang mata yang menatap
tajam Zevana, maupun Vidi. Di belakang Zevana, terlihat Putri nampak mengekor
dengan perasaan malu dan takut.
“Apa?”
Kali ini Vidi
merespon ucapan Zevana. Tak disangka oleh Zevana maupun oleh Putri sebelumnya.
Vidi membalas ucapan Zevana. Ya, walaupun masih tetap sama dengan tampang
cueknya dan ketidak peduliannya.
”Mau lo apa
sih?” ucap Zevana balik bertanya.
“Justru gue yang tanya, mau lo apa
datang ke kelas gue marah-marah gak jelas?” jawab Vidi dengan tampang tanpa dosa.
“Gak usah pura-pura gak ngerti deh. Lo
itu jadi anak jangan cuek gitu dong!! Lo itu sombong!! Gak mau punya temen!! Lo
gak pernah hargai sahabat gue!!” jelas Zevana sambil menarik tangan Putri.
Vidi tak membalas perkataan Zevana.
Ia hanya menatap tajam Zevana, dan sesekali memusatkan pandangannya ke arah
Putri. Sehingga membuat Putri mengalihkan pandangannya.
“Temen gue
pengen jadi temen lo!! Tapi lo gak pernah hargai usahanya dia buat jadi temen
lo!! Lo cuek dan gak peduli gitu sama dia!! Mau lo apa sih?” gertak Zevana.
Vidi masih terdiam. Sama sekali tak
membalas gertakan Zevana. Ya, mungkin dia merasa bersalah. Mungkin.
“Lo gak bisa jawab pertanyaan gue? Sekarang,
lo minta maaf ke Putri!! Putri yang selama ini udah lo cuekin!! Lo sama sekali
gak pernah hargai dia!! Padahal niat dia tulus pengen jadi temen lo!! Lo udah
bikin dia sakit hati dan kecewa!! Sekarang lo harus minta maaf ke Putri!!”
perintah Zevana sambil menyeret Putri untuk maju di hadapan Vidi.
”Sorry, gue gak kenal sama kalian.
Dan buat apa gue harus minta maaf padahal masalahnya gak penting buat gue!!”
balas Vidi, namun sukses membuat Putri meneteskan sebutir air dari matanya.
”Eh lo itu...”
Zevana belum melanjutkan
kata-katanya. Karena Putri mencegahnya.
Putri yang sedari tadi hanya mematung menyaksikan perdebatan antara Vidi dengan
sahabatnya, kini ia pun mulai membuka bibirnya, dan angkat bicara.
”Sorry kalo kedatangan kita ganggu
kamu. Kita gak ada maksud apa-apa kok. Cuma pengen bilang ke kamu, kalo
aku pengen jadi temenmu. Setiap orang itu pengen punya banyak temen. Mereka
pengen punya temen yang banyak. Cari temen itu sulit, gak semudah yang kamu
pikirkan. Karena gak semua orang mau berteman sama kamu kalo sikapmu kayak
gitu. Tapi disini ada satu anak, yang pengen banget jadi temenmu. Tapi gak bisa
ya. Kasihan banget anak ini. Kamu gak pernah anggap dia temenmu. Percuma
usahanya selama ini buat jadi temenmu. Toh akhirnya kamu acuhkan dia dan gak
pernah hargai dia. Masih banyak kok, orang lain yang membutuhkan teman, setiap
orang pengen punya banyak temen. Gak kayak kamu yang gak butuh temen!! Sorry,
kalo kita ganggu kamu.” jelas Putri panjang lebar, dan segera menarik Zevana
untuk beranjak dari tempat itu. Namun sukses membuat Vidi terpaku tanpa kata atas ucapan
Putri.
*****
Rasa perih itu semakin terasa.
Semakin merah, semakin perih. Namun tetap dilanjutkannya. Ia tak peduli dengan
lengannya yang sudah memerah darah. Tangan
kanannya masih saja memaksanya untuk menggoreskan potongan kaca itu ke
lengannya. Walaupun sebenarnya ia sudah tak kuat, namun masih tetap ia lakukan.
Setelah ukiran tersebut benar-benar terbaca jelas di lengannya, ia baru
tersenyum puas. Walaupun menahan rasa sakit dan perih yang amat sangat luar
biasa.
”VIDI.”
Ucapnya lirih, kemudian beranjak
dari tempatnya dan mengambil selembar tisu. Secara
perlahan, diusapnya tisu tersebut pada lengannya yang tercecer darah. Warna
tisu yang awalnya putih bersih tanpa noda, kini bercorak bercak-bercak merah
darah. Namun ia merasa sangat puas dengan apa yang telah ia lakukan. Ia
mengukir nama ”VIDI” di lengan tangan kirinya dengan menggunakan sebilah kaca.
*****
Ia tetap
melewatinya. Walaupun ada rasa getir dihatinya. Namun ia tetap menjalankan
niatnya. Tepat di sudut matanya, sebuah lirikan tajam serta licik ia tujukan
pada orang yang baru saja ia lewati. Ia tak peduli lagi siapa orang itu. Ia
tetap menikmati langkahnya. Menuju suatu ruangan kelas yang terletak paling
ujung dari sekolah tersebut. Namun belum sampai ia menuju ruang kelas tersebut,
matanya menangkap sebuah drama. Mungkin drama yang sangat asik untuk dinikmati.
Di sebelah kanan jalan, walaupun ia tak ingin melihatnya, karena begitu sakit
rasanya. Namun sudah terlanjur ia memotret kejadian itu. Mungkin hanya rasa
cemburu dan kecewa yang bisa mengungkapkan perasaannya saat itu. Tak
hanya itu, tetapi ia juga sakit hati. Untuk apa? Karena apa? Ya!
Karena Vidi terlihat sedang beradegan manis di hadapan seorang wanita. Dengan
gayanya yang sebenarnya bisa membuat Putri terkagum-kagum padanya. Namun itu
dulu. Kini Putri tak lagi menjadi pengagumnya. Ia tetap cuek, dengan apa yang
telah disaksikannya. Vidi mengungkapkan perasaannya kepada seorang anak
perempuan yang pastinya teman sekelas Vidi. Dan yang jelas, dari ucapan dan
gaya Vidi, ia nampak serius akan adegannya. Bahkan tak mempedulikan Putri yang
terlanjur memotret peristiwa tersebut. Hanya lirikan cuek yang selalu Vidi
suguhkan setiap ia bertemu dengan Putri.
”Dari mana Put?”
”Kelas belakang.” jawabnya singkat.
”Ngapain? Nemui Vidi?” tanya Anggra
heran.
”Kurang kerjaan
apa.” balas Putri melengos.
”Ih masa’ sih?
Cuek nih sekarang?” goda Anggra.
”Aku gak mau tau lagi siapa itu
Vidi.” terang Putri bersungguh-sungguh.
”Oh, berarti kamu tau dong, Vidi mau
nembak siapa?” tanya Anggra kembali.
”Ya.” jawab Putri dengan perasaan
setengah cemburu.
”Terus kamu gimana?” lanjut Anggra.
”Cuek aja.” jawabnya cuek.
”Gak cemburu?” kembali, Anggra
menggoda sahabatnya itu.
”Gak.” ucap Putri serius.
”Siapa sih, yang ditembak sama
Vidi?” tanya Anggra tak tahu.
”Vero.”
ucapnya lesu.
”Oh, terus di terima gak si Vidi?”
balas Anggra.
“Gak tau dan gak mau tau.” jawab
Putri mulai terlihat jengkel.
”Oh, kok kamu
jadi cuek gitu sih?” ujar Anggra heran.
”Penting ya buat kamu?” respon Putri
kemudian beranjak dari tempatnya dan meninggalkan Anggra sendiri di bangkunya.
*****
Ia berubah. Benar-benar berubah.
Entah karena apa. Mungkin karena Vidi. Ya, mungkin saja. Ia tak seperti
dulu lagi. Ia terlihat sangat cuek. Bukan sosok yang dulu lagi. Tak ada tawa
dalam wajahnya. Tak ada senyum manisnya lagi yang selalu menghiasi di tiap
sudut pipinya. Tak ada sinarnya lagi. Sepertinya ia telah padam.
Benar-benar padam. Tak terlihat lagi canda tawanya. Ia lebih suka sendiri. Tak
lagi berguarau bersama kawan-kawannya. Ia melewatkan masa-masa akhir di SMP
tersebut dengan bayangnya sendiri. Ia sudah tertutup. Tertutup oleh siapa pun.
Hatinya tak seperti dulu lagi. Bahkan rasanya, ia sudah tak membutuhkan siapa
pun dalam hidupnya. Ia hanya ingin sendiri. Dan yang telah membuatnya begini, adalah
VIDI.
*****
“Eh Ze! Tunggu!” teriak suara
laki-laki dari belakang.
“Ngapain sih? Belum puas ya, udah
bikin sahabat aku jadi kayak gitu?” Zevana memalingkan wajahnya yang terlihat
marah.
“Emang Putri
kenapa?” tanya laki-laki itu tak mengerti.
“Dia
sekarang itu tertutup, cuek, maunya sendiri terus. Dia beda sama Putri yang
dulu. Itu semua gara-gara kamu.” jelas Zevana resah.
“Kenapa harus
aku?” kembali, laki-laki itu belum mengerti akan penjelasan Zevana.
“Ya! Karena
cintanya dia buat kamu! Dan kamu gak pernah hargai dia! Selalu bikin dia kecewa
dan sakit hati! Dia gak minta cintanya kamu balas, dia cuma ingin jadi temanmu,
eh tapi kamu gak hargai usaha dia dan malah menghina dia!” terang Zevana nampak
jengkel.
”Maaf.” jawabnya singkat.
”Maaf? Cuma itu? Percuma, dan gak
bakal bisa balikin Putri jadi kayak dulu lagi!!” balas Zevana tak puas.
”Aku bisa.” Ujarnya.
”Udahlah, urus aja si Vero!! Gak usah sok ikut campur deh!!”
gertak Zevana.
”Vero?
Apa hubungannya?” tanya-nya seakan tak mengerti.
”Kamu nembak dia kan?” tanya Zevana
penuh emosi.
”Iya. Tapi dia
tolak aku.” jawabnya lesu.
”Oh. Bagus deh. Kayaknya kamu emang pantas dapet itu. Biar
kamu tau, gimana rasanya jadi Putri. Biar kamu tau, apa yang Putri rasa selama
ini!!” balas Zevana dengan mata tajamnya.
”Dan sekarang
aku mau minta maaf ke Putri.” ujarnya dengan santai.
”Percuma, Putri bukan yang dulu
lagi. Dia gak akan membuka hatinya lagi. Dia udah tertutup.” jelas Zevana mulai
gelisah.
”Oh, padahal aku ingin minta maaf.
Tapi kalau dia kayak gitu, mending aku cari yang lain lagi aja deh.” balasnya,
namun sukses membuat Zevana semakin naik darah.
”Belum puas
ya lo?” gertak Zevana.
”Maksud kamu?”
balasnya sok cuek.
”Kamu emang gak pernah tulus sama
Putri. Bahkan maafmu itu sama sekali gak tulus!!”
”Aku tulus kok, tapi Putri kayak gitu, percuma.” balasnya dengan malas.
”Aku tulus kok, tapi Putri kayak gitu, percuma.” balasnya dengan malas.
”Usaha kek!! Putri aja usahanya
sampai kayak gitu biar bisa jadi temanmu. Walaupun akhirnya tetap gak bisa! Dan
kamu gak pernah hargai dia!! Kamu udah bikin dia kayak gitu, sekarang kamu gak
ada usaha buat minta maaf ke dia. Bahkan kamu mau cari yang lain? Kebangetan
lo!!”
”Karena hatiku
buat yang lain, bukan buat Putri.” jelasnya dengan lantang.
”Udahlah, enek
gue liat muka lo!!”
*****
Lihat ku disini...
Kau buat
ku menangis...
Ku ingin menyerah...
Tapi tak
menyerah...
Ku coba
lupakan...
Tapi ku
bertahan...
Kau terindah kan slalu terindah...
Aku bisa apa tuk memilikimu...
Kau terindah kan slalu terindah...
Harus
bagaimana ku mengungkapkannya...
KAU
PEMILIK HATIKU...
Lagu Pemilik Hatimu milik Armada
terlantun pelan dari ponsel hitam metalik di atas bangku tersebut. Di sampingnya,
duduk seorang gadis yang tengah di selimuti oleh perasaan galau dan gundah. Ia
hanya bisa mendengarkan sajak demi sajak dari lagu tersebut. Dengan perasaan
yang sangat menghayati, air matanya mulai berjatuhan. Ia memejamkan matanya,
dan berharap bahwa seseorang yang di nantinya akan datang menghampirinya. Namun
itu tidak mungkin. Hanya angan-angannya saja. Lagipula, ia tak mau lagi berurusan
dengan sosok yang namanya VIDI. Membuatnya akan lebih sakit hati dan kecewa
jika ia masih menyimpan rasa terhadap Vidi.
*****
”Maaf. Aku mungkin salah sama kamu. Tapi niatku tulus
hanya ingin menjadi temanmu. Namun kamu tak pernah hargai aku. Sedikit saja
tentang usahaku. Bahkan kamu menolakku untuk menjadi temanmu. Jujur, aku kecewa
dan sakit hati. Kau tak mengerti apa yang tengah ku rasakan kini. Dan kau pun
takkan pernah sadari betapa ku mengagumimu. Mungkin lewat lembaran ini, ku
ingin kau tahu, AKU TERLANJUR CINTA KEPADAMU. Terima kasih karena kau pernah
menghiasi hatiku. Terima kasih kau telah hadir dalam hidupku. Walaupun aku tak
pernah bisa memilikimu. Aku sudah memaafkanmu. Berbahagialah dengan orang yang
engkau cintai. Tapi satu hal, kau tak akan pernah bisa menjumpai impianmu, jika
kamu terus saja begitu. Menjadi anak yang cuek, serta angkuh. Percayalah, kamu
bisa jadi yang lebih baik dari sekarang. Selamat tinggal VIDI. Ini untukmu,
Mungkin lewat mimpi...
Ku bisa tuk memberi...
Ku ingin bahagia...
Tapi tak bahagia...
Ku ingin di cinta...
Tapi tak di cinta...
Kau terindah kan slalu terindah...
Aku bisa apa tuk memilikimu...
Kau terindah kan slalu terindah...
Harus bagaimana ku
mengungkapkannya...
KAU PEMILIK HATIKU...
Terima kasih,
dan maaf.”
*****
Setelah surat itu, tiada yang tahu
kemana Putri. Hanya itulah kalimat terakhir Putri. Entah dimana dia sekarang.
Mungkin dia sudah menemukan hidupnya yang baru. Tanpa rasa kecewa, dan sakit
hati. Biarlah, kenangan itu menjadi kenangan terburuk baginya. Semoga
ia mendapati apa yang ia inginkan. Sebab, kisahku sama dengan kisahnya. Karena
PUTRI adalah AKU!!
*****
THE
END
No comments:
Post a Comment